Minggu, 21 Juli 2013

SIMFONI HITAM (Cerpen)

Maaf, apabila terdapat kesamaan pada nama tokoh, tempat, keadaan, waktu, dan suasana, karena ini semua hanya fiktif belaka.. I hope you like. Let’s read!!!
***********************************************************************************
Malam kian larut, aku menapaki kakiku di kamar mandi. Melihat bayangan dua dimensiku disana, sambil berguman tak jelas “Apa? Kenapa? Mengapa semuanya berubah? Berubah tak seperti dulu.” Kemudian aku menghidupkan keran di wastafel itu, lalu membasuh mukaku. Kemudin beranjak pergi ke kamar, dan membaringkan tubuku di sana.
Pagi ini aku akan ke sekolah, bertemu dia, di satu sisi aku senang bertemu denganya. Di sisi lain, aku takut aku di acuhkan olehnya. Sekolah ku ini besar karena SD, SMP, dan SMA nya satu atap, ribuan manusia berada di sana, membuat dadaku sesak saat menatap kearah manusia-manusia itu. Aku harap hari ini cepat berlalu. Pikirku.
Aku melewati koridor sekolahku, sambil menunduk kebawah. Tak ku sangka aku berpapasan dengannya, aku melayangkan senyuman manisku, tapi dia tak melihatku, karena banyak yang mengikutinya. “Benarkan aku tak di anggap” ungkapku. Aku berjalan lemas ke kelas.
“Kenapa? Kok murung?” sapa sahabatku Juliana
Nothing.” Uangkapku berbohong
“Cerita saja, kenapa? Tak baik menyimpan sesuatu sendirian.” Ucap Ovy
“Hemm,,,” aku menarik nafas panjang
“Aku tahu, pasti Difa ya??” sambung Diah. Aku menjawab dengan anggukan pelan. Kemudian Juliana datang dan merangkulku.
“Kenapa dangan Difa?” ada masalah kah dengan adik kita satu itu?”
“Dia berubah, bukan seperti Difa yang dulu.” Uangkapku lemas “Sudahlah, aku tak mau membahas itu, aku sudah tak mau membicarakan Difa lagi.” Aku pergi keluar kelas. Kemudian aku duduk sendiri di taman sekolah, terdengar suara yang tak asing bagiku.
“Berlari dan terus bernyanyi mengikuti irama sang mentari, tertawa dan slalu ceria berikan ku arti hidup ini.” Difa bernyanyi, dengan merdunya di temani Juliana, Ovy, dan Diah.
“Lagu kesukaan ku di nyanyikan Difa.” Ucapku membatin
“Kenapa kak? Kok sendiri sih?” Tanya Difa. Aku hanya menjawab dengan senyuman termanis bagiku.
“Dianya lagi G-A-L-A-U in kamu dek.” Ucap Juliana yang membuat yang lain tertawa, namun tidak dengan diriku.
“Ah, kak Juli bisa aja sih.” Ucap Difa tertawa dengan lepasnya. Terbersit di benakku “Juliana, Diah, Ovy, sudah lama kenal dengan Difa. Sedangkan aku, aku baru beberapa bulan saja kenal dengan Difa. Lagian aku kenal Difa sejak sahabatku Juliana memperkenalkan Difa denganku saat difa pertamakali masuk ke SMP Celicy Fane ini. Wajar saja difa dengan Juliana, Ovy, dan diah begitu akrab. Ditambah lagi Difa kan sang idola sekarang. Mungkin banyak yang menginginkan diposisiku, tapi aku tak begitu yakin dengan keadaan ini.” Lamuananku terbuyar ketika Ovy mengagetkanku.
“Kenapa jelek?” tanyanya “Kok ngelamun sih?” tambahnya
“Aku hanya lagi gak mood saja sekarang, maaf  ya!” aku meninggalkan mereka di taman.
“Kak Recka, mau kemana?” Tanya difa dari kejauhan. Aku tak mengubrisnya sedikitpun “Kak Juliana, kenapa kak Recka? Ada apa denganya?” Tanya Difa penasaran
“Entahlah, kakak juga tak tahu. Nanti kaka akan cari tahu tenang saja.” Ungkap Juliana kemudian mengajak Difa kembali ke kelas.
Sementara itu aku menatap wajahku yang pucat pasi di depan cermin, “Aku berharap ini mimpi buruk, dan saat aku bangun semuanya akan baik-baik saja. Kenapa begini kenapa seperti ini?” sambil membasuh wajahku dengan air di wastafel itu. Kemudian keluar menuju ke kelas.
***********************************************************************************
Saat pulang sekolah, aku berjalan sendirian. Biasanya aku pulang bareng dengan Difa, Juliana, Diah, dan ovy. Tetapi hari ini mereka sibuk, Difa harus meet and greet lah, Juliana mau exstra basket lah, belum lagi Diah dan Ovy yang juga exstra basket. Aku juga exstra namun aku tak mood untuk exstra hari ini. Sambil menendang batu-batu kerikil di jalan raya, untuk menghilangkan rasa bosanku.
“Apa aku harus mengatakan semuanya??” tanyaku dalam hati, tanpa melihat ke arah jalan raya, aku menyeberang dalam keadaan melamun. Kemuadian terdengar suara klakson mobil begitu kencang, kearahkku, seketika aku reflex dan terjatuh. Tanpa melihat kearah si pemilik mobil, aku berlari pulang ke rumah.
“Sampai di kamar juga.” Ucapku merebahkan diri di tempat tidur, tak terasa aku tertidur di sana. Saat aku melihat jam tanganku aku mendapati hari ini sudah jam 15.45, aku segera bangun dengan keadaaan baju seragam yang lengkap dengan sepatu masih kukenakan. Aku segera pergi ke kamar mandi, menatapi wajahku yang sedikit berubah dan membengkak.
“Gejalanya sudah mulai Nampak.” Ucapku, tiba-tiba saja terdengar seseorang memanggil namaku dari luar. Ternyata Juliana datang berkunjung kerumahku.
“Rere, kamu dimana?”
“Aku lagi mandi juli, tunggu sebentar ya.” Ucapku
Sementara itu, Juliana melirik seisi kamarku, yang dipenuhi dengan koleksi smurf ku. Ya aku suka dengan tokoh kartun smurf itu. Kemudian Juliana melirik kearah diary ku yang berukuran sedang dan berwarna biru itu. Juliana membuka bagian depannya, terdapat foto aku, Difa, Juliana, Ovy, dan Diah. Dan tertulis dibawahnya “Friends” Juliana tersenyum. Di lembar kedua Juliana melihat fotoku, Difa, dan Jihan, adik Difa dan tertulis disana “Hahah gaje ya.” Juliana kembali tersenyum, saat membuka lembar ketiga, Juliana mendapati fotoku sendiri dan di sana tertulis Alm.Recka, kali ini wajah Juliana menjadi sedikit heran bercampur kaget. Juliana melihat isi diaryku dan membacanya satu persatu, namun saat ia ingin membaca lembar terakhir dari diaryku aku keluar dari kamar mandi. Juliana Nampak kaget, ia memasukan diaryku ke dalam tas miliknya.
“Maaf lama, kenapa jul?” tanyaku tanpa basa basi
“Hanya ingin meminjam buku bahasa mu saja.”
“Oh ini”, sambil memberikan buku ku.
“Terimakasih, aku pulang ya.” pamitnya
“Ya.” Jawabku singkat
***********************************************************************************
Malam harinya Juliana membuka diaryku, dan membaca bagian akhirnya.





“Recka sakit? Sakit apa dia?” Juliana bertanya dalam hati kemudian ia memessege teman-temanya.


TO : Difa, Ovy, Diah
By : Juliana
Hei, kalian tahu Recka sakit apa?
Jangan tanyakan ke Recka nya ya. Ada yang ingin aku beritahu kepada kalian besok.

By : Difa
To : Juliana
Sakit? Emangnya kak Recka sakit?
Baiklah kalau begitu.

By : Ovy
To : Juliana
Sakit demam difa kali :D

By : Diah
To : Juliana
Gaktau. Dianya aneh sekarang >, 





“Huh, tuh anak sakit apa yaa?” Juliana masih bingung
***********************************************************************************
            Saat mereka tiba di sekolah, tampak Juliana menunjukan diary milik Recka. Mereka kaget dengan isi diarynya.
“Sakit apa sih kak Recka? Kok diarynya begini sih?”
“Kaka juga bingung dengan penyakitnya. Sudalah nanti akan kakak tanyakan kepada Recka.”

*kelas
“Vy, Diah, Reckanya gak masuk nih! Sms Difa dulu gih.”
“Telpon aja napa, ribet amat.” Ucap Ovy
“Tumben pinter!” ledek diah, kemudian Juliana menelpon difa.
“Haloo, dek! Gawat!”
“Iya, kenapa kak?” Tanya Difa panic
“Recka hari ini gak masuk. Gimana kalau pulang sekolah nanti kita kerumah Recka dulu?”
“Gak masuk? Oke deh, difa setuju sama saran kak Juliana, nanti kita kerumah kak recka.”kemudian mematikan telpon nya.
***********************************************************************************
            *Rumah Recka
            “Syalom. Recka!” panggil mereka, namun tak ada jawaban pasti dari sana.
            “Kak Recka kemana ya? Kenapa perasaan Difa jadi gak enak seperti ini ya?”
            “Iya, kok rumahnya sepi gini ya?” Tanya ovy kembali
            “Yasudah, aku coba Tanya sama tetangga sebelah dulu.” Ucap Diah
            “Iyaa deh.” Kemudian diah kerumah tetangga sebalah dan bertanya “Maaf bu, mau Tanya Reckanya kemanaya?” kemudian ibu itu manjawab “Loh, bukannya malem tadi Recka masuk rumah sakit ya.”
            Perasaan bingung membelengu fikiran Diah sekarang. Kemudian diah bertanya kembali “rumah sakit? Emangnya Recka sakit apa ya bu?”
“Loh, kalian ini bagaimana sih, padahal temannya masa gak tahu recka sakit apa sih.”
“Bener bu, Recka sakit apa ya?? Tanya diah penasaran
“Kalau gak salah dia sakit kanker otak stadium akhir.” Ketika tetangga recka mengatakan apa yang terjadi mata diah berkaca-kaca, mulutnya bungkam tak dapat berkata, lututnya seakan lemas dan ingin terjatuh, tapi dia berusaha kuat. “Terimakasih bu!” kalimat singkat dari bibir Diah yang gemetaran. Diah kemudian pergi kerumah Recka lagi untuk menemui Difa dan yang lain.
            “Kemana reckanya?” Tanya Ovy
            “Kenapa kak diah jadi pucat dan cemas seperti itu?” Tanya Difa
            “Recka…..”
            “Kenapa dangan Recka?” Tanya Juliana yang makin penasaran
            “Reckaa,,, dia dirumah sakit. Dia sakit, sakit yang parah.” Ucap diah menanggis kemudian memeluk Juliana
            “Kenapa? Sakit apa kak?” difa makin penasaran
            “Recka sakit kanker otak stadium akhir.”
            “Oh Tuhan. Benar kah itu kak diah?” Tanya difa tak percaya
            “Apa? Kamu serius Diah?” Tanya ovy lagi
            “Iya, sekarang aku baru tahu apa maksud dari diary Recka itu.” Ucapnya menanggis
            “Sekarang kita akan pergi kerumah sakit.” Ucap difa mantap
***********************************************************************************
            Aku mencoba membuka mata, namun mataku begitu berat untuk terbuka. Hanya bayangan sama-samar yang terlihat dari mata ku. Aku membayangkan bahwa diriku sudah berada di surga, jauh dengan kedamaian.
            “Recka. Ada yang ini bertemu.” Ucap ibu
            “Siapa?” tanyaku singkat
            “Nanti kamu akan tahu sendiri.” Ucap ibu mencium lembut keningku, dan “selamat bersenang-senang ya. Ibu keluar dulu.”
            “Ibu!” panggilku, aku tak dapat melihat dangan jelas, namun aku mendengar seseorang datang sambil bermain gitar, dan mulai bernyanyi, suaranya lembut, merdu, bagaikan suara malaikat. Dia bernyanyi untukku “Hadapi dengan senyuman semua yang terjadi biar terjadi, hadapi dengan tenang jiwa, semua kan bai-baik saja, bila ketetapan Tuhan sudah di tetapkan tetaplah sudah, tak ada yang bisa merubah, dan takkkan bisa berubah, rela kan lah saja ini bahwa semua yang terbaik, terbaik untuk kita semua, menyerahlah untuk menang.. hadapi dengan senyuman.” Suaranya begitu merdu, mengingatkanku kepada seseorang yang tak asing bagiku.
            “Difa?” tanyaku
            “Kak, kenapa kaka gak cerita dengan aku dan yang lain?”
            “Apa penting dek? Bukankah sekarang Difamili yang lain banyak? Yang lebih baik dan sayang dengan kamu? Kaka tak berarti banyak untukmu. Sudahlah kamu tak seharusnya di sini.”
            “Recka, apa maksud perkataan mu itu?” Tanya Juliana
            “Sudahlah, aku tak mau membahas ini lagi.” Ucapku
            “Kak!” Difa memegang lembut tanganku “Kak, maaf kalau Difa akhir-akir ini tak memperhatikan kaka, bukan karena Difa gak sayang kakak atau Difa gak perduli sama kaka, kaka dan difamili yang lain sangat berarti untuk difa sekarang. Difa sayang kaka dan yang lain, Difa sekarang lagi sibuk kak.”
            “Terimakasih sudah menghibur kaka.” Sambil menanggis dan melepaskan pegangan tangan Difa.
            “Kak, difa sayang kaka, Difa gakmau kehilangan siapapun di dantara Difamili, Difa tahu sekarang Difamili banyak kak, tapi percayalah kak nama kaka dan Difamili yang lain tetap ada dihati Difa, sampai kapanpun. Bahkan nanti sampai Difa dewasa dan sudah berkeluarga. Difamili tetap menempati ruang dihati Difa, dan salah satunya kaka. Jadi difa mohon kakak sembuh. Difa kangen kita yang dulu kak.” Difa memelukku, rurasakan airmatanya membasahi tanganku yang ia gengam dengan erat.
            “Iya, Difamili itu selalu ada dihati Difa Recka. Kamu jangan berfikiran kalau Difa tak sayang kamu ya. Difamili sangat berarti untuk Difa.” Ucap Juliana
            “Iya, Difa dan Difamili itu bagaikan organtubuh. Yang apabila satu bagian sakit, maka yanglain akan merasakan sakit. Seperti itulah keadaan kita sekarang.” Ucap Ovy
            “Iya, mana Recka yang aku kenal dulu, yang kuat, yang ceria, dan yang semangat. Aku yakin kamu akan sembuh Recka.”
            “Dek, maafkan kaka. Kakak sudah salah menganggapmu. Kaka hanya takut kehilangan kamu dan yang lain. Maaf karena kegosisan kaka. Kaka percaya sahabat itu selalu ada di saat suka dan duka. Maafin aku semuanya, aku salah. Dan sekarang kita mulai semuanya dari nol lagi ya.” Sambil memeluk mereka walaupun mataku masih belum dapat melihat namun, pelukan hangat sahabat akan terasa sampai kehati. Karena persahabatan bukan dilihat dari mata namun dari hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar